Islam Adalah Agama Sempurna

Definisi Agama Islam

Secara umum Islam adalah nama agama Allah (dienullah) yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam AS sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam pengertian ini seluruh nabi-nabi dan para pengikutnya adalah Muslimun. Tatkala orang-orang Yahudi dan Nasrani berebut mengklaim bahwa Nabi Ibrahim adalah pemeluk agama mereka, Allah membantahnya dan mengatakan Ibrahim itu Muslim.
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang Hanif dan Muslim dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik”. (Q.S. Ali Imran 3:67)

Nabi Ibrahim dan juga Nabi Ya’qub telah memesankan kepada anak-anaknya untuk menjadi orang-orang Islam.
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub, “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (Q.S. Al-Baqarah 2:132)

Dalam pengertian seperti itulah Allah menegaskan bahwa agama Allah hanya satu yaitu Islam dan barangsiapa mencari agama selain Islam pasti tidak akan diterima oleh Allah SWT.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” ( Q.S. Ali Imran 3:19)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di Akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Q.S. Ali Imran 3:85)

Secara khusus Islam adalah nama diri dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sebagai mata rantai akhir dari agama Allah yang diturunkan kepada umat manusia. Sebagai mata rantai akhir dari agama Allah, Islam yang dibawa oleh Penutup para nabi-nabi ini telah disempurnakan dan dinyatakan oleh Allah sebagai agama yang diridhai-Nya untuk seluruh umat manusia sampai Hari Akhir nanti. Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu…” (Q.S. Al-Maidah 5:3)

Ciri-ciri Khusus Agama Islam

Sebagai agama yang sempurna dan disiapkan untuk seluruh umat manusia, di mana dan kapan saja sampai Hari Akhir nanti, Islam memiliki beberapa ciri-ciri khusus sebagai berikut:

1. Islam adalah agama yang bersumber dari Allah SWT baik melalui wahyu secara langsung (Al-Qur’an) maupun tidak langsung (Sunnah Nabawiyah)(Q.S. 39:2; 32:2)
2. Ajaran Islam bersifat komprehensif (mencakup seluruh aspek kehidupan) (Q.S. 6:38)
3. Ajaran Islam bersifat universal (berlaku untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman (Q.S. 7:158)
4. Ajaran Islam sesuai dengan fithrah manusia (Q.S. 30:30)
5. Ajaran Islam menempatkan akal manusia pada tempat yang sebaik-baiknya secara proporsional, tidak mendewakan dan tidak pula menghinakannya (Q.S. 7:179; 31:20)
6. Ajaran Islam menjadi rahmat bagi alam semesta (Q. S. 21:107)
7. Ajaran Islam berorientasi ke masa depan (Akhirat) tanpa melupakan masa kini (Dunia) (Q.S. 28:77)
8. Ajaran Islam menjanjikan sorga bagi yang beriman dan neraka bagi yang kufur (Q.S. 98:6-8)

Aspek-aspek Ajaran Islam

Secara garis besar ajaran Islam mencakup empat aspek sebagai berikut:

* Aqidah: Aspek keyakinan terhadap Allah, para Malaikat, Kitab-kitab Suci, para Nabi dan Rasul, Hari Akhir dan Taqdir.
* Ibadah: Segala cara dan upacara pengabdian kepada Allah (ritual) yang telah diperintahkan dan diatur tata cara pelaksanaannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
* Akhlaq: Nilai dan prilaku baik yang harus diikuti seperti sabar, syukur, tawakkal, berbakti pada kedua orang tua, berani dan lain sebagainya, serta nilai dan prilaku buruk yang harus dijauhi seperti sombong, takabur, dengki, riya, durhaka kepada kedua orang tua dan lain sebagainya.
* Mu’amalah: Aspek kemasyarakatan yang mengatur pergaulan hidup manusia di atas bumi, baik tentang harta benda, pernjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antara negara dan lain-lain sebagainya.

Sumber Ajaran Islam

Sumber ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah atau Hadits Nabi Muhammad SAW. Berbeda dengan Al-Qur’an yang seluruh ayat-ayatnya bersifat qath’iyyah ats-tsubût (validitasnya sebagai wahyu Allah SWT diakui secara mutawâtir), hadits baru dapat dijadikan sumber apabila validitas dan otentitasnya telah teruji dengan kriteria yang diakui oleh para ulama hadits, baik yang menyangkut sanad maupun matan hadits. Hadits-hadits yang masuk kategori mutawâtir semuanya dijadikan sumber, sementara hadits-hadits ahâd yang dapat dijadikan sumber hanyalah yang masuk kategori shahîh dan hasan. Hadits dha’îf hanya dapat digunakan sebagai pelengkap, misalnya untuk menjelaskan keutamaan amalan tertentu yang keberadaannya ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an dan hadits mutawâtir , shahîh atau hasan.

Dalam hubungannya dengan Al-Qur’an hadits atau sunnah berfungsi sebagai bayân dalam tiga kategori:

1. Bayân Tafsîr; yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan musytarak, seperti hadits Shallû kamâ raaitumûni ushalli adalah tafsir dari ayat-ayat yang memerintahkan untuk mendirikan shalat.
2. Bayân Taqrîri, yaitu memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an seperti hadits shûmû li ru’yatihi adalah memperkokoh ayat faman syahida minkum asy-syahra fal yashumhu (Q.S. Al-Baqarah 2:185).
3. Bayân Taudhîhi, yaitu menerangkan maksud dan tujuan suatu ayat seperti pernyataan Nabi, “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu”, adalah taudhîhi dari surat At-Taubah ayat 34.

Segala sesuatu mengenai hidup dan kehidupan sudah diatur oleh Al-Qur’an dan Sunah, tapi tidak semuanya bersifat terperinci, ada yang diatur garis besar atau prinsip-prinsipnya saja. Untuk menetapkan hal-hal yang belum diatur hukumnya, atau untuk mengembangkan aspek-aspek yang Al-Qur’an baru memberikan prinsi-prinsipnya Nabi memberikan kesempatan kepada para ulama mujtahidin untuk melakukan ijtihad baik dengan menggunakan metode ijmâ, qiyâs, istihsân, mashâlih mursalah atau metode lainnya.

Sebagai produk akal pikiran keputusan ijtihad tidak bersifat absolut, tapi bersifat relatif, dalam pengertian selalu terbuka untuk menerima koreksi dengan argumen-argumen yang lebih kuat. Tentu saja ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Ajaran Islam yang Statis dan Dinamis

Dari keempat aspek ajaran Islam yang dijelaskan di atas, ada yang bersifat statis (tidak boleh mengalami perubahan sampai kapanpun) , dan ada yang dinamis (terbuka menerima perobahan sesuai dengan perkembangan sejarah kehidupan manusia ). Yang bersifat statis itu adalah aspek aqidah, ibadah dan akhlaq (dalam pengertian nilai baik buruknya tidak berubah, tapi manifestasinya bisa berubah) dan sebagian kecil aspek mu’amalah (ahwâl syakhshiyyah). Sedangkan yang bersifat dinamis adalah sebagian besar aspek m’amalah (plitik-ekonomi-sosial-budaya-hankam dan lain-lain).

Ajaran Islam yang bersifat statis tidak boleh mengalami perubahan karena fungsinya sebagai dasar atau landasan normatif yang membingkai dan mewarnai semua aspek kehidupan Sejak pertama kali diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat, sampai keapda zaman kita sekarang ini, dan untuk masa seterusnya, aspek-aspek yang statis itu tidak boleh mengalami perubahan. Apabila terjadi perubahan, akibat pengaruh yang datang dari luar Islam, baik dari agama-agama maupun budaya lain, maka menjadi tugas umat Islam umumnya, dan para ulama pembaharu khususnya untukmelakukan pemurnian (purifikasi). Yang dibersihkan dari aspek aqidah adalah unsur-unsur syirik dan khurafat dan dari aspek ibadah adalah unsur-unsur bid’ah. Sedangkan dalam aspek akhlaq nilai baik buruk yang sudah mengalami pergeseran dikembalikan kepada nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah. Begitu juga dalam masalah ahwâl syakhshiyyah dikembalikan kepada seperti yang diatur oleh Al-Qur’an dan Sunnah.

Berbeda dengan aspek aqidah, ibadah dan akhlaq, sebagian besar aspek mu’amalah bersifat dinamis. Selalu terbuka menerima perubahan. Oleh sebab itu Islam hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja, sedangkan pengembangan dan penjabarannya diserahkan kepada historisitas umat manusia di setiap waktu dan tempat. Misalnya prinsip musyawarah dalam memilih pimpinan , dapat dilaksanakan dengan mekanisme yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman seperti sistem perwakilan lewat pemilihan umum-baik sistem proporsional maupun distrik. Prinsip suka-sama suka, transparan, jujur dalam bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk bisnis mulai dari yang paling tradisional sampai yang paling modern sekarang ini. Begitu juga aspek-aspek lainnya. Di sinilah diperlukannya ijtihad.

Andaikata semua ajaran Islam bersifat terperinci—semua yang terperinci bersifat statis—maka ajaran Islam akan cepat kadaluarsa, tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. Dengan kata lain ajaran Islam tidak dapat diterima sebagai ajaran yang universal. Allah Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana, berkehendak menyiapkan agama ini sampai akhir zaman, sehingga Dia turunkan ajaran yang bersifat elastis, fleksibel dalam sebagian besar aspek kehidupan, di samping meurunkan ajaran yang statis, baku, ebagai landasan dan ikatan normatifnya.

Ajaran Islam yang Subyektif dan Obyektif

Sebagian dari ajaran Islam bersifat subyektif dan sebagian yang lainnya bersifat obyektif. Aspek aqidah, ibadah dan sebagian akhlaq adalah bagian yang bersifat subyektif. Artinya hanya orang-orang yang beriman saja yang dapat menerimanya. Sebaliknya, ajaran Islam yang bersifat obyektif (sebagian besar aspek mu’amalah) dapat diterima oleh siapa saja tanpa harus mengimani doktrin-doktrin Islam yang subyektif.

Kepercayaan bahwa ajaran Islam yang bersifat obyektif ini bersumber dari Allah SWT, akan mengantarkan orang kepada kepercayaan terhadap ajaran yang bersifat subyektif (Aqidah, Ibadah dan Akhlaq). Oleh sebab itu umat Islam harus dapat memahami dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri baik yang obyektif maupun yang subyektif sehingga dapat memberikan keteladanan kepada umat yang lain. Tapi ironisnya, dalam realistasnya tidak selamanya pengamalan ajaran yang subjektif diikuti oleh pengamalan ajaran yang obyektif. Tidak selamanya orang Islam yang kelihatannya rajin shalat memiliki etos kerja dan ilmu yang tinggi. Tidak selamanya orang Islam yang berpuasa bulan Ramadhan menjadi orang yang tidak rakus dan korupsi dalam mengumpulkan harta benda. Selagi lagi ironis, justru aspek-aspek yang obyektif ini lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang tidak beragama Islam. Akibatnya kelebihan ajaran Islam tertutupi oleh prilaku orang-orang Islam yang tercela. Al-Islâm mahjûb bil muslimîn kata Muhammad Abduh lebih kurang satu abad yang lalu. Kegetiran yang diungkapkan Abduh tersebut rupanya masih berlangsung sampai hari ini.

Memahami dan Mengamalkan Islam Secara Menyeluruh

Seorang Muslim harus memahami Islam secara utuh dan menyeluruh, tidak secara parsial (juz-i) karena pemahaman yang parsial menyebabkan Islam tidak fungsional secara kaffah dalam kehidupannya.

Di samping memahami, seorang Muslimpun dituntut untuk mengamalkan ajaran Islam secara kaffah sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yangberiman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. Al-Baqarah 2:208)

Secara kaffah artinya dalam seluruh aspek (ekonomi-politik-sosial-budaya-seni-ilmu pengetahuan dan lain sebagainya) dan ruang lingkup kehidupan (pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan pergaulan dunia). Dari segi waktu seseorang harus menjadi muslim 24 jam sehari semalam. Dengan arti kata dia harus mengislamkan seluruh kehidupannya sampai akhir hayat. Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Q.S. Ali Imran 3:102)
(artikel ini di ambil dari :muhammadiyah-tabligh.or.id
yg ditulis oleh Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc. M.Ag)

One Response

Leave a comment